Hukum Jual Beli Sistem Dropship


Jual-Beli Dropship

Apa hukumnya jual beli dengan skema dropship?

Jawaban:

Dalam soal di atas, ada dua masalah:

Pertama, jual-beli sistem sampling barang. Pendapat yang rajih adalah boleh dengan syarat sampling harus sesuai dengan keadaan riil barang, sesuai dengan yang diminta pembeli. Jika ada yang berbeda, pembeli mempunyai hak khiyar, yaitu melanjutkan atau membatalkan akad. Jika barang tersebut termasuk ashnaf ribawiyah seperti emas dan perak, harus ada taqabudh. Jika tidak, termasuk riba nasiah. Akad yang mudah dan syar’i dalam hal ini ada dua cara.

  1. Sistem salam, yaitu menyerahkan uang sesuai dengan harga yang disepakati di muka. Akad untuk barang yang disepakati sesuai dengan sifat, jumlah/takaran, dan waktu pengiriman terima yang disepakati. Jika ketentuan di atas tidak terpenuhi, pembeli punya hak khiyar. Untuk itu kedua pihak harus saling percaya, karena rawan manipulasi.
  2. Sistem ‘urbun, yaitu pembeli menyerahkan DP untuk barang dengan sifat yang disepakati. Jika barang sudah ada, baru dilunasi pembayarannya. Jika pembeli menggagalkan akad, DP menjadi hak penjual. Jika penjual tidak bisa mendatangkan barang, DP harus kembali.

Kedua, pengiriman barang. Yang syar’i, penjual harus menerima terlebih dahulu barang yang dia pesan dari suplier kemudian dia kirim ke pembelinya. Jika dikirim langsung dari suplier ke pembeli, hukumnya haram berdasarkan hadits,

نَهَى رَسُولُ اللهِ عَنْ بَيْعِ مَا لَمْ يُقْبَضْ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli sesuatu yang belum dimiliki.”

Dalam soal di atas, transaksi tersebut termasuk dalam larangan hadits di atas kecuali kalau penjual posisinya hanya sebagai makelar bagi supplier, maka tidak ada masalah.

Solusi untuk kasus di atas adalah penjual menunjuk seorang untuk menerima barang dari supplier lalu dia serahkan kepada sang pembeli.

Jawaban dari al-Ustadz Muhammad Afifuddin hafidzahullah di Majalah AsySyariah Edisi 103.

Tinggalkan komentar