Alasan Mengapa Banyak Siswa SMP dan SMA Tidak Lulus di Ujian Nasional Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia adalah bahasa ibu kita. Bahasa negara. Bahasa Nasional. Bahasa sehari-hari kita. Ketika kita membaca koran, tentu bahasa Indonesia adalah bahasa utamanya. Ketika kita belajar di sekolah dasar, kemudian SMP, lanjut ke SMA, lantas kalau sempat ke universitas, tentu bahasa pengantarnya adalah bahasa Indonesia. Begitu pentingnya bahasa Indonesia ini sehingga wisatawan asing pun ketika masuk dan berlibur ke negara tercinta Indonesia mau tidak mau harus mengerti bahasa Indonesia, meski serba sedikit. Kalau tidak begitu maka wisatawan tadi akan mengalami kesulitan hidup dan seperti orang asing (makanya sering kita katakan wisatawan asing dengan orang asing..hehehe). Jadi, intinya kita wajib bangga dengan bahasa kita bahasa Indonesia. Meremehkan bahasa Indonesia berarti meremehkan asal-usulnya.

Ironis, di kala gencar di media mengkampanyekan cinta produk Indonesia, anak didik atau para siswa sekolah justru banyak yang tidak lulus ujian nasional (UN) pelajaran Bahasa Indonesia. Salah siapa ini? Salah anaknya dong! Salah sendiri tidak belajar. Sebentar, belum tentu sepenuhnya salah mereka. Atau mungkin salah gurunya yang nggak becus ngajar! Waduh, tunggu dulu, nanti si guru akan marah karena menurutnya mereka sudah setengah hidup dan mati mengajarkan seluruh ilmu bahasa Indonesia yang dia miliki. Ehm…lalu salah siapa? Pemerintah, dalam hal ini kurikulum yang setiap ganti menteri ganti kurikulum kan yang patut disalahkan? Okay, STOP!.. Di blog ini saya bukan mau menyalahkan siapa-siapa. Saya ingin berbagi dan mencari titik temu.

Jelas bagi saya, menyalahkan orang itu adalah pekerjaan yang mudah dan paling enak. Tapi sungguh tidak mudah ketika kita mencari solusi dari problem yang saya sebutkan di atas. Mari saya ajak mulai diri saya sendiri untuk berpikir sejenak memikirkan sebab mengapa bahasa Indonesia begitu diremehkan dan justru hasil ujian siswa menjadi tidak bagus. Pertama, berbicara bahasa Indonesia itu mudah, tetapi memahami ilmu bahasa itu tidak mudah. Saya sendiri setiap hari berbicara bahasa Indonesia –kebetulan sempat belajar Sastra Indonesia di salah satu perguruan tinggi di Depok, tetapi masih banyak yang harus saya pelajari mengenai ilmu bahasa, seluk beluk bahasa, dan tata bahasa Indonesia. Sebagai contoh betapa tidak bisa diremehkan dalam memahami ilmu bahasa, seperti pada imbuhan pe- pada kata pedagang dan penjual. Kedua kata tersebut sama-sama mendapat awalan pe-, tetapi mengapa ketika disematkan pada kata tersebut menjadi lain, PEDAGANG dan PENJUAL. Mengapa bukan PEJUAL? Ada yang tahu jawabannya?

Nah, contoh soal tadi banyak kita temui dalam tata bahasa Indonesia. Belum lagi nanti membedakan bahasa baku dan bahasa tidak baku. Mana yang betul, antara ubah dan rubah, mengubah atau merubah?

Kedua, kita belajar mencintai bahasa Indonesia dengan belajar bahasa Indonesia dan tidak meremehkan bahasa Indonesia.

Ketiga, sikap kritis dibutuhkan dalam berbahasa Indonesia. Maksud saya, kita bisa menilai benar dan salah pengunaan bahasa pada hal-hal umum, seperti tanda-tanda lalu lintas, papan nama atau papan tulisan sebuah toko, dll.

Keempat dan seterusnya mungkin Anda lebih tahu. Silakan memberi komentar dan menambahi.

6 responses

  1. ANDY SUBANDONO | Balas

    Teruslah menulis dan berkarya teman… Semoga yang Anda tulis bisa bermanfaat untuk orang banyak.

    1. Terima kasih kawan atas dukungan dan atensinya. Kip in toc.

  2. Setuju , mencintai ( mecintai ? ) bahasa Indonesia adalah bagian dari cinta tanah air.

  3. walah, bahasa indonesia sya paling jeblok dulunya

Tinggalkan komentar