Tarawih Balapan, Mengenaskan!


Bulan Ramadan selayaknya diisi dengan pelbagai ibadah. Ibadah ini akan mendekatkan kita kepada sang Pencipta, Allah Subhanahu wata’ala. Bagaimana agar ibadah kita diterima? Ibadah kita akan diterima jika memenuhi dua syarat, yaitu ikhlas dan mutaba’ah. Ikhlas artinya bahwa ibadah itu hanya untuk Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya. Adapun mutaba’ah artinya bahwa ibadah yang kita kerjakan wajib mengikuti syari’at atau tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam,  yang konsekuensinya adalah meninggalkan bid’ah atau segala ibadah yang diada-adakan.

Nah, ada satu hal yang banyak terjadi di tengah masyarakat, yakni mengenai salat Tarawih. Polemik tentang jumlah rakaat pada salat Tarawih sampai sekarang masih terdengar ramai. Saya di sini tidak membahas mengenai jumlah rakaat salat Tarawih. Saya hanya menyayangkan kualitas dari salat Tarawih itu sendiri. Sudah tiga kali ini kita salat Tarawih pada Ramadan ini, tetapi saya merasa tidak nyaman dengan imam di masjid dekat rumah saya. Ketidaknyamanan saya ini karena begitu cepatnya gerakan imam sehingga sering saya ketinggalan bacaan. Belum selesai bacaan pada waktu ruku’, imam sudah i’tidal. Belum selesai bacaan i’tidal, imam sudah turun untuk sujud. Dan begitu seterusnya sehingga nilai khusu’ sulit kita dapatkan.

Mengapa kita mengejar rakaat yang 23 jumlahnya, sementara kualitas setiap rakaat kita abaikan? Bukankah nilai ibadah akan diterima jika kita ikhlas mengharap wajah Allah dan mutaba’ah, mengikuti tuntunan salat Nabi? Jika syarat pertama kita bilang sudah, tetapi syarat yang kedua bagaimana? Kita bisa luput dari syarat yang kedua untuk diterima ibadah salat Tarawih karena salat kita tidak sesuai dengan salatnya Nabi. Sungguh mengenaskan dan menyedihkan jika kita lelah melakukan salat, tetapi salat kita tidak terhitung ibadah yang diterima. Oleh karena itu, kita berkaca lagi pada diri kita untuk meluruskan niat dan memperbaiki ibadah kita, yakni dengan ilmu. Barakallahu fiikum.

Tinggalkan komentar