Pelawak, Profesi yang Dilaknat


Bismillah. Pembaca, tentu Anda sering melihat acara lawakan di TV atau mendengarnya dari radio. Lawakan dibawakan oleh para pelawak. Pelawak atau komedian adalah orang yang menghibur penonton, terutama dalam membuat mereka tertawa, dengan cara melawak. Pelawak adalah salah satu profesi di dunia entertainment. Namun, tahukah Anda bahwa profesi pelawak ini mengundang laknat dan sungguh celaka orang-orang yang memilih profesi ini di akhir zaman? Ah, masa sih? Bukannya melawak itu menyenangkan orang lain, menghibur orang yang lagi sedih. Dan menghibur atau membuat orang lain senang itu suatu hal yang terpuji. Tentu alasannya tidak sebatas menyenangkan atau membuat orang lain senang, tetapi mengarah kepada perbuatan dusta atau berbohong. Agar lebih jelas dan mak nyuss… mari kita gali masalah ini dari sisi syariat.

Celakanya Para Pelawak

Dari Abdullah bin Amir radhiallahu anhu dia berkata:
دَعَتْنِي أُمِّي يَوْمًا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاعِدٌ فِي بَيْتِنَا فَقَالَتْ هَا تَعَالَ أُعْطِيكَ فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا أَرَدْتِ أَنْ تُعْطِيهِ قَالَتْ أُعْطِيهِ تَمْرًا فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَا إِنَّكِ لَوْ لَمْ تُعْطِهِ شَيْئًا كُتِبَتْ عَلَيْكِ كِذْبَةٌ
“Suatu hari ibuku memanggilku, sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam duduk di dalam rumah kami. Ibuku berkata, “Hai kemarilah, aku akan memberimu sesuatu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian bertanya kepada ibuku, “Apa yang akan engkau berikan kepadanya?” Ibuku menjawab, “Aku akan memberinya kurma.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada ibuku, “Ketahuilah, jika kamu tidak jadi memberikan sesuatu kepadanya, maka itu akan ditulis sebagai kebohongan atasmu.” (HR. Abu Daud no. 4991 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 748)

Dari Bahz bin Hakim dari ayahnya dari kakeknya radhiallahu anhu dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
“Celakalah bagi orang yang berbicara lalu berdusta untuk membuat orang lain tertawa. Celakalah dia, celakalah dia.” (HR. Abu Daud no. 4990, At-Tirmizi no. 2315, dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 7136)

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukuplah seseorang (dianggap) berbohong apabila dia menceritakan semua yang dia dengarkan.” (HR. Muslim no. 5)

Abu Mas’ud radhiallahu anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
بِئْسَ مَطِيَّةُ الرَّجُلِ زَعَمُوا
“Seburuk-buruk bekal yang dimiliki oleh seseorang (dalam berbicara) adalah ungkapan ‘menurut sangkaan mereka’.” (HR. Abu Daud no. 4872 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 866)

Maksudnya: Dia menyampaikan berita kepada orang lain hanya berdasarkan berita yang tidak jelas atau sangkaan-sangkaan orang saja.

Penjelasan ringkas:
Berdusta adalah dosa besar dan telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya pada seluruh keadaan. Baik itu berdusta kepada orang dewasa maupun kepada anak-anak, baik orang yang mendengar belum tahu itu dusta maupun orang yang mendengar sudah tahu itu dusta (misalnya cerita lucu yang semuanya sudah paham kalau cerita itu hanya karangan), baik dustanya menyebabkan orang lain terzhalimin maupun tidak. Semuanya merupakan kedustaan yang diharamkan atas setiap muslim untuk terjatuh di dalamnya.

Di antara kedustaan yang biasa tersebar di tengah-tengah manusia dan dianggap enteng oleh kebanyakan di antara mereka adalah:

  1. Berdusta kepada anak kecil dengan anggapan mereka masih kecil.
  2. Termasuk di dalamnya mengingkari janji kepada anak kecil atau menjawab pertanyaan anak kecil dengan jawaban dusta.
  3. Menceritakan kedustaan kepada orang lain, baik sesuatu yang lucu maupun tidak. Baik di dalamnya mengandung pelajaran yang baik maupun tidak. Semua bentuk cerita fiktif atau karangan atau dongeng atau yang semacamnya tidak boleh diceritakan karena isinya merupakan kejadian yang tidak pernah terjadi, karenanya ceritanya dikatakan kedustaan.
    Alasan di dalam kisahnya terdapat pelajaran dan nilai pendidikan tidaklah bisa menjadikan kedustaan itu menjadi halal.
  4. Melawak dengan menceritakan cerita dusta, baik orang yang mendengarnya tertawa maupun tidak, baik pendengar mengira itu adalah cerita sungguhan maupun mereka sudah tahu kalau cerita itu adalah dusta.
  5. Berdusta dalam ucapan keseharian agar dirinya tidak kena marah atau agar dirinya tidak dihina oleh manusia.
  6. Menceritakan semua kabar yang dia dengar. Hal itu karena dalam kehidupan sehari-hari dia pasti akan mendengarkan kabar yang benar dan kabar yang benar. Karenanya tatkala dia menceritakan semua yang dia dengar, maka pasti suatu ketika dia akan terjatuh dalam kedustaan dengan menceritakan kabar yang tidak benar.
  7. Menceritakan sesuatu yang belum jelas sumbernya atau belum jelas benar tidaknya.

Inilah yang dimaksud laknat dalam lawakan dan yang menimpa para pelawak. Artikel ini ditulis terisparasi dari al-atsariyyah. com yang diasuh oleh Ustadz Hammad Abu Muawiyah.

Artikel dimuat dalam Blog Artikel Islam.

Satu tanggapan

  1. Maaf Mas/Antum/Akhi, Ana numpang nanya agak out of topic nih:

    Saya baru nih di dunia blog. Bai de wei, kalo ngeblog itu hukumnya gimana Mas/Antum/Akhi ? apakah haram juga? Saya belum tau dalilnya mas.

    Soale zaman nabi dulu gak ada yang namanya nge-blog dan nabi juga ga nganjurin umatnya untuk bikin2 tulisan di internet (kayak yang saya tulis di blog saya maksudnya–bukan yang ada di blog yang ini, kalo blog ini mah bagus dan sesuai dengan syariat)

    Salam

Tinggalkan komentar