Bagaimana Sikap Muslim terhadap Pemerintah yang Kafir?


TANYA JAWAB MASALAH-MASALAH TERKINI

Bersama Asy-Syaikh Abdullah Bin Mar’i Hafidhahullah

4) Bagaimana pendapat Syaikh tentang sikap yang seharusnya diambil oleh kaum muslimin jika jumlah mereka banyak tapi dipimpin oleh pemerintah yang kafir?

Jawab:

Sekalipun pemerintahannya kafir, tidak berarti boleh memberontak terhadap mereka, sebab memberontak terhadap pemerintah adalah sebab terjadinya kerusakan yang maha dahsyat. Dia harus bersabar dan menyiapkan kekuatan sehinggabisa melakukan jihad yang seimbang –kekuatan pada kedua belah pihak, sehingga dengan begitu perintah Allah azza wa jalla dapat direalisasikan.

Kejadian di Palestina berupa perang batu dan kejadian di Iraq bukanlah jihad yang disyari’atkan. Betul lawan mereka adalah kuffar harbi, tapi tidak berarti boleh berperang tanpa bekal. Bekal berupa kekuatan lahiriah dan maknawiyah untuk melawan musuh harus ada. Sedangkan perbuatan mereka sebenarnya hanyalah menghilangkan kekuatan kaummuslimin dan menjadi sebab kuffar menguasainya, ini tidak dilakukan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam. Bahkan ketika kuffar semakin bengis terhadap kaum muslimin, maka Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan mereka untuk berhijrah.

Sedangkan perbuatan orang-orang kafir saat ini tidak seburuk yang ditimpa para shahabat radhiallahu anhu, bahkah perbuatan kuffar saat ini latar belakangnya adalah pembalasan dendam terhadap sebagian kaum muslimin itu sendiri. Andaikata kaum muslimin mau bersabar dan bersikap tenang, karena yang pertama-tama harus mereka lakukan adalah menyiapkan bekal kekuatan iman dan materi untuk melawan musuh.

Adapun bom bunuh diri, ini bukan jalan umat Islam dan bukan manhaj Nabi shallallahu alaihi wasallam. Apakah gunanya seseorang melakukan bom bunuh diri padahal ini tidak sesuai dengan syari’at? Bahkan kemudharatan yang ditimbulkannya lebih besar: Mungkin saja dia berhasil membunuh 5 sampai 10 Yahudi, tapi sebagai bandingannyamereka membunuh puluhan bahkan ratusan kaum muslimin, dirobeknya kehormatan, dirampasnya harta dan berbagai dampak keburukan lainnya.

Misalnya juga di Iraq; Mereka membom satu mobil dan membunuh satu tentara kafir. Lalu sebagai balasannya, dia dibunuh, masjid dihancurkan, kampung diratakan dan sebagainya. Ini sebenarnya menghancurkan kekuatan kaum muslimin itu sendiri berupa SDM, materi dan yang lain yang semestinya dapat menjadi bekal persiapan melawan musuh.

Adapun memutuskan untuk mengambil tindakan dengan perasaan emosi, maka ini tidak diterima oleh syari’at. Mereka mengatakan: “Apakah kita membiarkan kuffar menguasai kita dan mengambil negeri kaum muslimin?” Kita jawab: Apakah yang bisa kita lakukan kalau ternyata realistanya demikian? Bahkan inilah realita, kuffar menguasai negeri kaum muslimin sementara kita belum mempunyai kekuatan materi untuk menghadapinya. Apakah gunanya melakukan bunuh diri yang menyebabkan kaum muslimin tertimpa keburukan.

Bahkan kekuasaan mereka, itulah sunnatullah, di mana perang itu bergantian pemenangnya. Hendaklah kaum muslimin yang mengalami keadaan demikian berhijrah meninggalkan negerinya hingga tatkala mereka memiliki kekuatan, barulah mereka kembali ke negerinya melawan kuffar. Adapun bunuh diri, mengorbankan harta dan keburukan lainnya, ini bukanlah kecerdikan dalam Dien. Akan tetapi mereka tidak mau mendengar nasehat para ulama.

5) Bagaimana beramar ma’ruf dan nahi munkar terhadap pemimpin negara yang seorang hizbi?

Jawab:

Kita tidak boleh menyebutkan namanya secara langsung (di depan khalayak, ed), tapi yang kita peringatkan ialah keburukannya. Seperti ini bukan termasuk memberontak dan bukan menentang terang-terangan. Demikian pula engkau harus tetap memperingatkan perbuatan zina, khamar, hizbiyyah, penyerupakan diri dengan kuffar, sekalipun ternyata pemegang pemerintahan mengerjakan penyimpangan ini, namun jangan menyebutkan personnya. Inilah jalan ulama dahulu maupun sekarang. Amar ma’ruf dan nahi mungkar tidak dihentikan, tapi jangan menyebut nama mereka.

6) Apakah kita harus menaati pemegang pemerintahan yang dipilih melalui pemilihan umum?

Jawab:

Ya, bahkan kalau mereka meraih kekuasaan dengan penumpahan darah dan kekerasan, maka kita harus tetap taat kepada mereka. Dosa mereka adalah tanggungan mereka.

Juga, ketaatan itu bukanlah karena melihat pribadinya, akan tetapi ketaatan itu adalah karena Allah azza wa jalla yang merupakan pemeliharaan terhadap keselamatan kaum muslimin. Demikian juga, khususnya bagi para da’i Ahlussunnah, maka ketaatan itu membuat terpeliharanya dakwah Ahlussunnah yang lebih berharga dari jiwa kita sendiri.

Apa faedah bermusuhan dengan mereka yang pada akhirnya membuat terputusnya dakwah ini? Menghilangkan ta’lim, dakwah, pondok, menghafal Al-Quran dan lainnya. Kita mengharapkan semua kegiatan ini tetap berjalan.

Bahkan kebanyakan nasehat yang ditujukan kepada pemerintah justru tidak mereka ambil manfaatnya, apalagi mau berseteru dengan mereka, tentu ini lebih tidak bermanfaat bahkan memudharatkan masyarakat.

Diambil dari buku Bingkisan Imu dari Yaman untuk Muslimin Indonesia hlm. 222-225, Transkrip Daurah Islamiyyah Ahlussunnah wal jama’ah Yogyakarta, 01-08 Juli 2005

Penerjemah: Muhammad Fuad Qawwam, Lc.

Penerbit: Cahaya Tauhid Press

Tinggalkan komentar