Pakai Cadar Itu Wajibkah?


Pertanyaan:

Sebenarnya menutup aurat bagi wanita itu seperti apa, apakah harus bercadar atau bagaimana? —sandinurdiansyah—

 

Dijawab Al-Ustadz Abu Karimah Askary: 

Dalam hal menutup aurat bagi seorang wanita muslimah terhadap laki-laki asing hukumnya adalah wajib berdasarkan Alquran, As-sunnah, dan ijma’ para ulama. Hanya yang terjadi khilaf di antara mereka dalam hal wajibnya menutup wajah dan kedua telapak tangan, setelah mereka sepakat bahwa yang demikian adalah perkara yang disyari’atkan.

Dan yang lebih mendekati kebenaran–wallahu a’lam-bahwa menutup wajah dan kedua telapak tangan pun hal yang diwajibkan. Di antara dalil yang menguatkan pendapat ini adalah:
1) firman-Nya:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Hai nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Maka telah ditafsirkan oleh para ulama bahwa termasuk yang diulurkan adalah ke wajah-wajah mereka. Di antara para ulama yang menafsirkan demikian adalah Abidah As-Salmani dan yang lainnya dari kalangan mufassirin (ahli tafsir–ed). Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas .

2) Dan Firman-Nya:

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُوْلِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاء وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

31. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

Telah ditafsirkan oleh Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu bahwa yang dimaksud “kecuali yang tampak darinya” adalah pakaian luar.

Adapun dari hadits, di antaranya adalah hadits Aisyah radhiallahu anha berkata: “Semoga Allah merahmati wanita yang awal kali berhijrah, tatkala Allah menurunkan firman-Nya:

وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ

“Dan hendaklah mereka mengulurkan khimar mereka ke dada-dada mereka” (QS. An-Nuur: 31)
Maka mereka pun merobek kain-kainnya lalu berkhimar dengannya.” (HR.Bukhari)

Berkata Al-Hafidz: mereka berkhimar, maknanya adalah mereka menutupi wajah-wajah mereka. (Fathul bari:8/490).

Dan di sana masih banyak dalil berkenaan tentang hal ini. Dan tentunya menutup seluruh tubuh termasuk wajah dan kedua telapak tangan lebih aman dari fitnah, lebih menenangkan hati dalam beramal, sebab dengan mengamalkannya berarti kita keluar dari perselisihan yang terjadi di kalangan para ulama salaf. Adapun hadits-hadits yang membolehkan membuka wajah ada yang shohih, namun tidak shorih (tidak jelas menunjukkan maksud yang dikehendaki), ada pula yang shorih, tetapi kedudukan riwayatnya tidak dapat dijadikan sebagai hujjah. Wallahu A’lam.

 

Sumber: http://www.darussalaf.org/index.php?module=MyBoard&func=detail&id=3

Tinggalkan komentar