Siswa Mau ke Mana Kau?


Hari ini merupakan hari yang melelahkan dan memusingkan. Sehari ini saya mengajar dua KBM (Kegiatan Belajar Mengajar). Oh ya, saat ini saya berprofesi sebagai guru bimbel, bimbingan belajar di salah satu lembaga bimbingan terbesar di Jabodetabek. Yah, profesi guru sekolah dengan guru bimbel tentu berbeda, meski sama-sama bertitel guru. Kalau guru sekolah itu mereka mempunyai satu predikat tersendiri di mata siswanya. Adapun guru bimbel, lebih dianggap sebagai teman oleh siswa. Akhirnya, ada kesan di mata siswa bahwa mereka dapat berbuat semau mereka, misal tindak mengerjakan PR, tidak mendengarkan pelajaran, bermain HP, facebookan ketika KBM berlangsung. Intinya, perbedaan guru sekolah dan guru bimbel terletak pada perlakuan siswa kepada gurunya dan cara penyampaian guru kepada siswanya. Kurang lebih itu yang saya rasakan selama ini.

Kembali kepada cerita saya hari ini. Oh ya, ini hari Rabu pekan kedua. Betul, saya bertugas rutin mengajar dua kelas berbeda, SD dan SMP. Dua kelas ini berbeda dengan kelas lainnya. Siswa kelas  yang saya ajar kali ini luar biasa bandel, berisik, dan “tidak penting”. Bagi siswa-siswa kelas ini, sebuah keseriusan dianggap sesuatu yang lucu dan menggelikan sehingga mereka lebih suka bersikap acuh tak acuh dan semau gue.

Saya mulai mengajar, menerangkan arti beberapa makna bahasa. Seperti biasa, siswa berceloteh sendiri, tidak pernah bosan mengomentari jenggot saya dan celana saya yang di atas mata kaki. Mereka anggap yang ada pada saya itu menggelikan dan tidak masuk akal. Salah satu siswa bicara, “Ih, itu jenggot kenapa panjang? Ih, itu celana kenapa 2/3? Nggak masuk akal!?” Itu kata salah satu siswa. Yah, begitu banyak yang bilang begitu kepada saya. Saya coba menjelaskan sebaik mungkin masalah ini kepada mereka bahwa laki-laki yang sudah baligh, maka pakaiannya/celana/sarung harus di atas mata kaki, sebagaimana hadis sahih.. ma asfala minal ka’baini minal izar fafinnar. Saya katakan kepada mereka bahwa itu wajib dan jika dilanggar maka berdosa. Kemudian, saya bawakan kisah Khalifah Umar bin Khaththab yang menegur pemuda karena pakaiannya di bawah mata kaki, padahal Umar waktu itu dalam keadaan sekarat menjelang ajal. Begitu perhatiannya Umar karena beliau tahu betapa dahsyatnya azab karena isbal. Saya juga jelaskan dengan baik kepada mereka tentang masalah jenggot bahwa laki-laki yang beriman kepada Allah dan hari Akhir maka cukurlah kumis dan peliharalah jenggot.

Sayangnya, usaha saya menjelaskan hasilnya nihil. Wallahul musta’an. Mereka belum bisa menerima itu. Bayangan mereka jenggot dan isbal adalah kuno, tidak masuk akal, dan menggelikan. Itu mereka utarakan sendiri kepada saya. Menyedihkan.

Tahukah kalian wahai siswa, kalian bersekolah di sekolah Islam, berlogo nama nabi. Ya Allah, beginikah hasilnya? Apakah kalian di sekolah tidak diajar beragama yang baik, cara bersikap sopan santun kepada guru, terlebih kepada orang tua.

Habis tinta saya tulis. Hari ini merupakan hari sedih saya. Semoga Allah memberi kesabaran kepada saya dan menunjuki kita semua kepada jalan yang lurus. Amin.

 

 

 

2 responses

  1. sabar ustad… Memang beginilah kondisi zaman saat ini. Kita hrs tetep sabar menghadapi hal spt itu. Ini sekaligus membuktikan bahwa pendidikan islam bermanhaj salaf hrs makin disyiarkan. Berjuanglah tetep di jalan- Nya… Sukses fii sabiilillaah…

  2. akh coba periksa artikelnya kyaknya ada ya salah di bagian:
    Saya juga jelaskan dengan baik kepada mereka tentang masalah jenggot bahwa laki-laki yang beriman kepada Allah dan hari Akhir maka potonglah kumi dan cukurlah jenggot.

Tinggalkan Balasan ke afdan Batalkan balasan