Hari Raya Ied Bertepatan pada Hari Jumat, Apa yang Dibolehkan? Penting untuk Dibaca


Telah meriwayatkan Abu Daud (1070), An-Nasa’i (3/194), Ibnu Majah (1310), Ibnu Khuzaimah (1461), Ad-Darimi (1620) da Ahmad (4/372) dari Iyas bin Abi Ramlah Asy-Syami ia berkata.

“Aku menyaksikan Mua’wiyah bin Abi Sufyan bertanya kepada Zaid bin Arqam, ia berkata : “Apakah engkau pernah menyaksikan bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemunya dua hari raya pada satu hari ?”

Zaid berkata : “Ya”

Mu’awiyah berkata : “Lalu apa yang beliau lakukan ?”

Zaid menjawab : “beliau shalat Id kemudian memberi keringanan (rukhshah) untuk shalat Jum’at, beliau bersabda :

“Siapa yang ingin shalat maka shalatlah”[1]

Abu Hurairah dan selainnya membawakan riwayat tentang hal ini dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dan ini yang diamalkan para sahabat radhiyallahu ‘anhum.

Abdurrazzaq meriwayatkan dalam “Al-Mushannaf” (3/305) dan juga Ibnu Abi Syaibah dalam “Al-Mushannaf” (2/187) dengan sanad yang shahih dari Ali Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya berkumpul dua hari raya pada satu hari, maka ia berkata :

“Siapa yang ingin menghadiri shalat Jum’at maka hadirilah dan siapa yang ingin duduk maka duduklah”

Dalam “Shahih Bukhari” (5251) disebutkan riwayat semisal ini dari Utsman Radhiyallahu ‘anhu.

Dalam “Sunan Abi Daud” (1072) dan “Mushannaf Abdurrazaq” (nomor 5725) dengan sanad yang Shahih dari Ibnuz Zubair.

“Dua hari raya bertemu dalam satu hari, maka ia mengumpulkan keduanya bersama-sama dan menjadikannya satu. Ia shalat Idul Fitri pada hari Jum’at sebanyak dua raka’at pada pagi hari, kemudian ia tidak menambah hingga shalat Ashar…”

Asy-Syaukani berkata dalam Nailul Authar (3/348) mengikuti riwayat ini :

“Dhahir riwayat ini menunjukkan bahwa ia tidak mengerjakan shalat Dhuhur.

Dalam riwayat ini menunjukkan bahwa shalat Jum’at jika gugur dengan salah satu sisi yang diperkenankan, maka tidak wajib bagi orang yang gugur darinya untuk mengerjakan shalat dhuhur. Dengan ini Atha’ berpendapat.

Tampak bahwa orang-orang yang berkata demikian karena Jum’at adalah pokok. Dan engkau tahu bahwa yang diwajibkan oleh Allah Ta’ala bagi hamba-hamba-Nya pada hari Jum’at adalah shalat Jum’at, maka mewajibkan shalat Dhuhur bagi siapa yang meninggalkan shalat Jum’at karena udzur atau tanpa udzur butuh dalil, dan tidak ada dalil yang pantas untuk dipegang sepanjang yang aku ketahui”

_________
Foote Note.
[1]. Imam Ali Ibnul Madini menshahihkan hadits ini sebagaimana dalam “At-Talkhisul Habir” 2/94

[Disalin dari Kitab Ahkaamu Al-Iidaini Fii Al-Sunnah Al-Muthahharah, edisi Indonesia Hari Raya Bersama Rasulullah, oleh Syaikh Ali Hasan bin Ali Abdul Hamid, Al-Atsari, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Ummu Ishaq Zulfa Husein]

Artikel Terkait:

https://antosalafy.wordpress.com/2010/09/07/bila-hari-raya-ied-bertepatan-hari-jumat-boleh-tidak-salat-jumat-wajib-dibaca-kaum-muslimin/

https://antosalafy.wordpress.com/2010/09/08/salat-ied-hukumnya-wajib-ain-penting-anda-harus-baca-artikel-ini/

14 responses

  1. […] Telah meriwayatkan Abu Daud (1070), An-Nasa'i (3/194), Ibnu Majah (1310), Ibnu Khuzaimah (1461), Ad-Darimi (1620) da Ahmad (4/372) dari Iyas bin Abi Ramlah Asy-Syami ia berkata. "Aku menyaksikan Mua'wiyah bin Abi Sufyan bertanya kepada Zaid bin Arqam, ia berkata : "Apakah engkau pernah menyaksikan bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertemunya dua hari raya pada satu hari ?" Zaid berkata : "Ya" Mu'awiyah berkata : "Lalu apa yang beli … Read More […]

  2. Pendapat yang mengatakan gugurnya shalat dhuhur bagi yang tidak shalat jum’at adalah pendapat syadz, alasannya: Bagaimana shalat ‘Ied yg mereka anggap ‘sunnah’ bisa menggugurkan shalat dhuhur yg hukumnya wajib menurut dalil syar’i dan ijma’ kaum muslimin? Ini sama sekali tidak sesuai dengan kaidah fiqih… hati-hati dalam menyebarkan tulisan yg bisa berdampak tidak baik bagi masyarakat awam… lihat bantahan SYaikh Ibn Baz thdp orang berpendapat gugurnya shalat jum’at dan dhuhur bagi yang hadir shalat ‘ied dlm link berikut:
    http://www.binbaz.org.sa/mat/8423

    Lagi pula, masalah gugurnya shalat jum’at bagi yg telah shalat ‘ied adalah masalah khilafiyah dan dalil-dalilnya tidak begitu kuat untuk menjadi nash (dalil qoth’i) dlm masalah ini. Karenanya, banyak ulama yang memandang bhw shalat jum’at tetap wajib bagi mrk yg berada di dlm kota, sedangkan bagi yg berada di luar kota (jauh dari kota) maka tidak wajib. Sedangkan bagi imam tetap wajib mengadakan shalat jum’at, namun bagi yg telah shalat ‘ied bersama imam maka diberi rukhsoh untuk tidak hadir jum’at dengan catatan dia tetap shalat dhuhur di rumah. Ini berangkat dari hukum asal shalat dhuhur yg wajib bagi setiap orang yg tidak shalat jum’at, krn Allah telah mewajibkan shalat lima waktu dalam sehari semalam, dan itu meliputi ketika hari raya juga berdasarkan keumuman nash. oleh karenanya, ketika shalat jum’at tidak dilakukan karena satu dan lain hal, ia diganti dengan shalat dhuhur. Mohon tulisan antum dikoreksi kembali… jangan hanya berpijak kpd atsar yg keshohihannya masih diperselisihkan untuk meninggalkan segudang dalil dan ijma’ kaum muslimin akan wajibnya shalat lima waktu…

    Admin: Perlu diketahui bahwa masalah ini khilaf bainal ulama. Namun, pendapat yang benar adalah kalau Ied bertepatan dengan Jumat maka boleh bagi dia meninggalkan salat Jumat, tetapi tetap salat Dhuhur berjamaah di masjid. Hal ini berdasarkan hadis “Telah berkumpul pada hari kalian ini dua hari raya. Barangsiapa yang ingin (melaksanakan shalat Id) maka dia telah tercukupi dari shalat Jumat ….” [Diriwayatkan Abu Daud (1073) dan Ibnu Majah (1311) dan sanadnya hasan]. Maka letak pendalilannya adalah Siapa yang ingin meninggalkan Jumat, Iednya itu sudah cukup. Dan ini dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau juga berkata bahwa inilah yang ada atsarnya dari Nabi dan dari para sahabat, seperti Umar, Ibnu Mas’ud, dll. Dan umumnya di negara kita jika berkumpul dua hari raya, mereka tetap salat Jumat, ya kita hadir salat Jumat krn menghadiri salat berjamaah adalah wajib. Begitu ya, harap dipahami. Wallahu a’lam.

    Catatan: Hukum salat Ied adalah wajib dan bukan sunnah.

    1. J: Alhamdulillah. Dalam Kitab Mughni Al-Muhtaaj disebutkan bahwa Shalat Jum’at itu wajib berdasarkan firman Allah SWT dalam Surah Jum’ah ayat 9: “Hai orang-orang yang beriman, apabila telah dipanggil (adzan) shalat (pada hari) Jum’at, maka bersegeralah kepada dzikrullah (shalat) da tinggalkan jual beli…”
      Maka, apabila shalat jum’at tetap wajib, meskipun bertemu dengan hari raya, karena itu adalah dua shalat yang berbeda dan tidak saling menggugurkan, seperti halnya shalat Id tidak menggugurkan shalat dzuhur. Hal ini sesuai dengan keumuman ayat (di atas) dan segenap dalil hadits yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW dan para shahabat tetap melaksanakan shalat Jum’at.

      Memang ada fatwa dalam madzhab Hanbali, sebagaimana diungkapkan pula oleh Ibnu Taimiyah, bahwa apabila hari raya bertepatan dengan hari Jum’at, maka ada keringanan bagi mereka yang telah melaksanakan shalat Id untuk tidak melaksanakan shalat Jum’at.

      Selanjutnya mari kita teliti dalil-dalil yang dipergunakan dalam masalah ini dan memahami mengapa jumhur Ulama lebih memilih untuk

      Pertama, shalat Jum’at itu wajib berdasarkan perintah langsung dari Al-Qur’an (Surah Al-Jum’ah ayat 9). Kedua, tidak ada satu dalil pun yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW tidak menyelenggarakan shalat Jum’at setelah melaksanakan shalat Id. Ketiga, rukhshah (keringanan) yang diberikan oleh Rasulullah adalah kepada penduduk “Aaliyah”, yaitu orang-orang yang tinggal di daerah pinggiran (sebelah timur Madinah) yang jauh dari masjid tempat diselenggarakannya Shalat Jum’at. Mereka tidak dapat melaksanakan shalat Jum’at di tempat mereka sendiri, karena jumlah mereka kurang dari 40 orang, maka setiap kali Jum’at mereka selalu ke masjid Nabi untuk bersama-sama shalat Jum’at. Bila mereka diharuskan datang dua kali dalam sehari, maka sangat berat bagi mereka, karena perjalanan yang jauh. Bila mereka harus menunggu hari siang untuk Jum’at, maka mereka tidak bekerja yang diperlukan untuk menghidupi keluarga. Maka, bagi mereka diberikan keringanan, apabila sudah ikut shalat Id, boleh tidak shalat Jum’at, karena: 1. Berat bagi mereka untuk pulang pergi lagi (karena jauhnya tempat), 2. Waktu tempuh perjalanan bisa jadi tidak terpenuhi untuk mengejar shalat jum’at, 3. mereka tak dapat melaksanakan shalat jum’at sendiri, karena jumlah penduduk kampung mereka sedikit.

      Untuk saat ini, rukhshah (keringanan) tersebut sudah tidak relevan lagi, karena tempat shalat Jum’at ada di mana-mana dan dapat dijumpai dengan mudah.

      Mari kita teliti dalil-dalil yang diajukan oleh yang membolehkan tidak shalat Jum’at:

      1. (seperti telah ditulis pak Ichsan) Imam Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Nasai dari Zaid bin Arqom menyaksikan bersama Rasulullah saw bersatunya dua hari raya. Maka beliau saw melaksanakan shalat id diawal siang kemudian memberikan rukhshah (keringanan) terhadap shalat jum’at dan bersabda,”Barangsiapa yang ingin menggabungkan maka gabungkanlah.”

      Hadits ini aslinya berasal dari Iyas bin Abi Ramlah yang menceritakan bahwa ia melihat Muawiyah bertanya kepada Zaid bin Arqam mengenai hari raya yang bertepatan dengan hari Jum’at. Nah, Iyas bin Abi Ramlah ini adalah majhul (tidak dikenal oleh para perawi hadits), sehingga hadits ini dhaif.

      Selain itu, ada perbedaan matan, antara penggunaan lafadz ”Man sya’a an yusholliya falyusholliya” dan ada yg mengatakan ”Man sya’a an yujammi’a falyujammi’”.

      2. Abu Daud dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Hurairoh bahwa Nabi saw bersabda,”Sungguh telah bersatu dua hari raya pada hari kalian. Maka barangsiapa yang ingin menjadikannya pengganti (shalat) jum’at. Sesungguhnya kami menggabungkannya.”
      Hadits ini adalah hadits mursal (lihat Nailul Authar)

      3. Nasai dan Abu Daud meriwayatkan bahwa pernah terjadi dua hari raya bersatu pada masa Ibnu az Zubeir lalu dia mengakhirkan keluar (untuk shalat, pen) hingga terik meninggi lalu dia keluar dan berkhutbah kemudian melaksanakan shalat. Dia dan orang-orang tidak melaksanakan shalat pada hari jum’at.
      Ini sebenarnya adalah atsar yang aslinya adalah riwayat dari Wahab ibnu Kaisan yang menceritakan keadaan pada masa Ibnu Zubair. Cerita Wahab ibnu Kaisan ini aneh, karena ia menyebut shalat yg didahului khutbah sebagai shalat Id. Sedangkan kita tahu bahwa shalat Id itu mendahului Khutbah dan yang didahului Khutbah itu adalah shalat Jum’at. Maka, keterangan dalam tanda kurung yang diberikan oleh pak Ichsan menjelaskan hal tersebut. Artinya, hadits ini tak dapat dijadikan dalil untuk meniadakan shalat Jum’at pada Hari Raya, sebaliknya justru shalat Id yang ditiadakan dan digabung dengan Shalat Jum’at (karena Jum’at yang wajib).

      4. Di dalam riwayat Abu Daud bahwa pada masa Ibnu az Zubeir telah terjadi hari raya bertepatan dengan hari jum’at lalu dia menggabungkan keduanya dan melaksanakan shalat keduanya dengan dua rakaat lebih awal dan tidak tidak melebihkan dari keduanya hingga dia melaksanakan shalat ashar
      Riwayat yang ini justru campur aduk dan bertentangan dengan riwayat pada no. 3. Selain itu, bisa juga maksudnya adalah shalat Jum’atnya dilaksanakan lebih awal dari biasanya. Yang perlu dipahami adalah bahwa shalat Jum’at di masa Rasulullah dan para shahabat itu selalu melewati waktu awal dzuhur (tidak tepat pas masuk waktu dzuhur Imam naik mimbar sebagaimana kita kenal sekarang ini). Beliau shalat qabliyah dahulu di rumah (artinya sudah masuk waktu dzuhur) baru menuju masjid untuk berkhutbah dan memimpin shalat.

      Dalil yang dapat ditafsiri banyak begini tak dapat digunakan untuk menggugurkan kewajiban shalat Jum’at yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an.

      5. Perkataan Utsman didalam khutbahnya,”Wahai manusia sesungguhnya hari kalian ini telah bersatu dua hari raya (jum’at dan id, pen). Maka barangsiapa dari penduduk al-‘Aliyah (Imam Nawawi mengatakan : ia adalah daerah dekat Madinah dari sebelah timur) yang ingin shalat jum’at bersama kami maka shalatlah dan barangsiapa yang ingin beranjak (tidak shalat jum’at) maka lakukanlah.”
      Atsar dari Utsman ini sangat jelas menunjukkan bahwa rukhshah untuk tidak shalat Jum’at itu ditujukan hanya kepada penduduk ’Aliyah, bukan kepada setiap orang, dengan illat hukum jauh dan beratnya perjalanan, sebagaimana telah saya jelaskan di muka.

      Atsar Utsman itu tidak lain mengikuti apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Dari Umar bin Abdul Aziz yang berkata: ”Pernah terhimpun dua hari raya (Id dan Jum’at) pada masa Rasulullah SAW, maka beliau (Rasulullah) bersabda: ”Bagi penduduk Aliyah, apabila mereka mau menunggu (untuk shalat Jum’at), maka silakan menunggu.” (Lihat Al-Umm)

      Admin: Pembahasan ini telah berlalu. Silakan diambil manfaatnya dari artikel yang saya posting di atas.

      Dengan demikian menjadi jelas bagi kita, bahwa Shalat Jum’at itu tetap wajib meskipun telah melaksanakan Shalat Id. Hal ini karena rukhshah bagi penduduk Aliyah itu adalah karena jauh dan beratnya perjalanan mereka ke Madinah. Kondisi itu tidak kita jumpai di Indonesia, kecuali untuk daerah-daerah tertentu yang sangat spesifik.

  3. Assalamualaikum..
    Permisi..saya memang tak sehebat kakak-kakak sekalian yang diatas..juga tak begitu kuat tetang dalil-dalil..
    hanya ingin berbagi pikiran saya saja..
    Jika Hari Raya Idul Fitri jatuh pada hari jum’at..menurut saya tidak masalah..toh kita bisa Salat Ied pada pagi hari dan salat jum’at pada siang harinya yang diwajibkan untuk laki-laki..tak perlu da yang ditinggalkan kalau bisa keduanya dilakukan..bukankah lebih baik jika keduanya dikerjakan??

    maaf jika tak berkenan..terima kasih..^^

  4. Waktu lebaran beberapa tahun lalu juga pernah Idul FItri bertepatan dengan hari jum’at. Ane tetep sholat jum’at, tapi masjidnya sepi. Kenapa? Yaiya, kan pada banyak yang mudik bukan gak mau sholat jumat.

    Admin: Itu pengalaman pribadi sampeyan, di luar topik.

    Logikanya mudah aja:
    Sholat Ied: Sunnah
    Sholat Jum’at: Wajib, sama dengan sholat dzuhur (4 rakaat), yaitu 2 rakaat dari mendengarkan kutbah Jum’at, dan 2 rakaat lagi dari shalat Jumat.
    Based on the Law, yang wajib ya ga boleh ditinggalin, yang sunnah boleh ditinggal/tidak dikerjakan, tapi bila dikerjangan sangat amat baik.

    Logika harus tunduk kepada kaidah agama, yakni kaidahnya adalah bahwa perintah menunjukkan wajib. Dan dalam hal ini, Rasul sendiri memerintahkan semua kaum muslimin tak terkecuali wanita yang haid sekalipun untuk keluar menuju lapangan (yakni pada hari raya Ied). Jadi hukumnya salat Ied adalah wajib ‘ain. Adapun salat Jumat beda dengan salat Dhuhur. Dari segi pelaksanaan dan jumlah rakaatnya. Namun perkataan bro Adi tentang pembagian 2 rakaat khutbah dan 2 rakaat salat Jumat, harus mendatangkan dalil. Jangan asbun, asal bunyi.

    Bener tuh kata komen di atas, tulisannya di edit biar gk menyesatkan. Hehe.
    Peace..
    Wassalam..
    :-D

    Terima kasih sarannya. Dan sudah saya edit komen di atas karena itu termasuk komentar yang menyesatkan. Peace.
    Waalaikumsalam warahmatullah

  5. assalamu’alaikum.
    bagi pembaca tulisan diatas mohon ane urun pendapat.
    sederhana sj tidak perlu dalil-dalil yg blm tentu kebenarannya. bahwa sholat ied is sunnah so bagi yg menjalankan dpt pahala n yg tdk mlksnkn tdk dpt pahala juga tdk dpt siksa.
    adapun sholat jumat adalah wajib yg karenanya dpt pahala bagi yg melaksanakan n dpt siksa or dosa bagi yg meninggalkan.
    hati -hati mas lebih baik tanyakan kpd ahlinya, lbih2 dalil yg ada berasal dari muawiyah yg merupakan penghianat islam walopun satu sisi muawayah berjasa dlm penyebaran islam tp muawayah adalah penghianat dan pemberontak pd khalifah islam sayidina Ali alaihissalam/karomallohu wajhah/rodiyallohu anhu dan itu merupakan bagian dr tragedi islam. makanya dalil yg berasal dari muawiyyah hrs ditolak. emangnya muawiyah pembuat hukum? dan apakah dalam hadits ada qola Rosululloh SAW….. (mengatakan dibolehkan bagi yg sudah solat id untuk meninggalkan sholat wajib).
    demikian semoga bermanfaat.
    saya berlindung kpd Alloh dari kesalahan dan kesesatan. al afwu minkum. wassalam

    Admin: Waalaikumsalam warahmatullah
    Bro, perlu ente ketahui bahwa Islam itu dibangun di atas dalil. Ini ente beda sendiri, nggak perlu dalil-dalil, gimana sech! Benar tidaknya suatu masalah tergantung pada dalil. Kalau masalah itu sesuai dengan dalil Kitabullah dan sunnah nabi maka itu kebenaran, dan jika tidak sesuai dalil Quran dan sunnah, berarti salah.
    Kedua, krn landasan ente berdasarkan perasaan semata, maka komentar juga asal bunyi. Perlu ente ketahui bahwa salat Iedul fitri itu hukumnya wajib. Penjelasannya silakan baca tulisan di sini: Salat Ied Hukumnya Wajib.
    Kedua, hati-hati ente mengatakan sahabat nabi sebagai pengkhianat. Bisa mendapat laknat dari Allah, Nabi, dan kaum muslimin. Siapa bilang sahabat yang mulia Muawiyah radhiallahu ‘anhu itu pengkhianat? Ada-ada saja, justru beliau dipuji oleh nabi, bahkan Allah telah memujinya di dalam Kitab yang Agung, Alquranul Karim. Allah ridha kepada mereka dan mereka ridho kepada Allah. Makanya ketika seorang muslim yang hatinya baik, maka ketika disebut nama sahabat, pada mendoakan dengan radhiallahu anhu. Ente tahu, jika sekiranya ente berinfak emas berlian sebesar gunung atau bahkan dunia seisinya, maka itu tidak akan mungkin menyamai infaknya sahabat yang mulia Muawiyah radhiallahu anhu meskipun hanya satu genggaman tangan. Camkan itu! Dari Abu Sa’id Al Khudriy Radhiyallahu’anhu beliau berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah bersabda, ‘Janganlah kalian mencela para sahabatku. Seandainya salah seorang dari kalian berinfaq emas seperti Gunung Uhud, tidak akan menyamai satu mud (infaq) salah seorang dari mereka dan tidak pula setengahnya. (HR. Bukhari Muslim dan selainnya)

  6. bahasan yang bagus, silahkan saja berdebat tentang dalil-dalil, saya menganggapnya wajar, tapi perlu di ingat juga, bahwa muslim itu bersaudara, silahkan bertumbuh terimakasih

    Admin: terima kasih. Artikel di atas sudah mencukupi. Semoga bermanfaat dan diambil faedahnya.

  7. jadi bingung…

    Admin: saya kok nggak ya. mbak bingungnya di mana?

  8. ok…trus gmn

    Admin: dpt tambahan ilmu.

  9. Trim’s buat tulisannya.

    Salam. :)

  10. thks for the share bro :)

    Admin: sama-sama mas. seneng dapat kunjungan raja wp. hehehe..

  11. jazakallah atas share ilmunya..

    Admin: waiyyakum. semoga bermanfaat.:)

  12. Terima kasih untuk sharing artikel yang sangat berharga ini degan kami !. Selamat Hari Raya Idul Fitri 2010 untuk semua nya !….

  13. Tahun Hijriyah 1431 ini sangat luar bisa, Allhamdulillah saya bisa melaksanakan tugas sebagai umat muslim

Tinggalkan komentar